Puan Maharani Minta Fadli Zon Menulis Ulang sejarah Indonesia Secara Transparan Tanpa Rugikan Siapa Pun

Jurnal Ngawi - 5 Jul 2025, 17:58 WIB
Editor: Tim Jurnal Ngawi
Ketua DPR RI Puan Maharani memberikan keterangan kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/4/2025).
Ketua DPR RI Puan Maharani memberikan keterangan kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/4/2025). /Antara/Fianda Sjofjan Rassat/

JURNAL NGAWI- Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi sikap Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang tetap melanjutkan proyek penulisan ulang sejarah Indonesia meskipun mendapat penolakan dari sejumlah anggota dewan.

Puan meminta agar proyek penulisan sejarah tersebut dilakukan secara jelas, transparan, dan tidak merugikan pihak mana pun. Ia menegaskan bahwa penulisan sejarah seharusnya menghormati seluruh pihak dan tidak menghapus jejak siapa pun.

“Kita harus sama-sama menghargai dan menghormati bahwa penulisan sejarah itu harus dilaksanakan sejelas-jelasnya, seterang-terangnya, tanpa ada pihak yang merasa dirugikan atau dihilangkan jejak sejarahnya,” ujar Puan di kompleks parlemen, Senayan, Kamis 3 Juli 2025.

Puan juga mengingatkan agar Fadli Zon tetap mengedepankan sikap saling menghormati dalam proses penulisan sejarah ulang tersebut, agar hasilnya bisa diterima secara adil oleh masyarakat.

Sebelumnya, Komisi X DPR RI telah meminta Fadli Zon menunda proyek penulisan ulang sejarah dalam rapat kerja sehari sebelumnya di Senayan. Namun Fadli menegaskan proyek tersebut tetap berjalan. Menurutnya, publik tidak perlu terburu-buru menghakimi penulisan sejarah yang belum rampung karena nantinya akan dibuka ke publik untuk diuji.

“Kita akan uji publik gitu. Jadi nggak ada masalah kita uji publik kan, memang rencananya begitu. Jadi lihat dulu hasilnya, jangan kita menghakimi sesuatu yang belum ada,” jelas Fadli.

Ia menambahkan bahwa penulisan ulang sejarah ini tetap selaras dengan semangat Presiden pertama RI, Sukarno, yang berpesan untuk tidak pernah melupakan sejarah.

“Ini kan apa yang disebut oleh Bung Karno, jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah. Kok kita sekarang malah menuntut tidak boleh menulis sejarah, itu bagaimana ceritanya?” tambah Fadli.

Fadli menegaskan penulisan ulang ini bersifat umum, bukan secara detail, agar dapat memberikan kerangka sejarah yang lebih mudah dipahami publik secara luas.


Tags

Terkini