Pemilu 2024: Apakah Generasi Milenial dan Z akan Membuat Perbedaan?

28 Mei 2023, 19:01 WIB
Innu Prabandanu /

JURNAL NGAWI - Pemilu di Indonesia selalu menjadi momen penting dalam perjalanan demokrasi negara ini. Pemilu merupakan salah satu aspek penting dalam sistem demokrasi, di mana warga negara memiliki hak untuk memilih pemimpin mereka dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan politik. Melalui pemilu, warga negara dapat secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan dan arah negara mereka.

Pemilu yang adil adalah cerminan dari kehendak rakyat secara merata. Setiap suara harus memiliki bobot yang sama tanpa adanya diskriminasi atau pengaruh yang tidak seharusnya. Dalam pemilu yang adil, setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk menyampaikan pilihannya. Hal ini memastikan bahwa keputusan politik yang dihasilkan benar-benar mewakili kehendak mayoritas.

Pemilihan umum yang akan datang pada tahun 2024 akan menjadi panggung bagi generasi milenial dan Z untuk memberikan suara mereka dan berpartisipasi secara aktif dalam menentukan masa depan bangsa. Pertanyaannya adalah, apakah generasi muda ini akan membuat perbedaan yang signifikan dalam proses pemilu dan kehidupan politik Indonesia?

 

Istilah generasi millennial memang sedang akrab terdengar. Istilah tersebut berasal dari millennials yang diciptakan oleh dua pakar sejarah dan penulis Amerika, William Strauss dan Neil Howe dalam beberapa bukunya. Millennial generation atau generasi Y juga akrab disebut generation me atau echo boomers. Secara harfiah memang tidak ada demografi khusus dalam menentukan kelompok generasi yang satu ini. 

Di banyak analisis, para ahli menyatakan bahwa Gen Z memiliki sifat dan karakteristik yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Generasi ini dilabeli sebagai generasi yang minim batasan (boundary-less generation). Ryan Jenkins (2017) dalam artikelnya berjudul “Four Reasons Generation Z will be the Most Different Generation” misalnya menyatakan bahwa Gen Z memiliki harapan, preferensi, dan perspektif kerja yang berbeda serta dinilai menantang bagi organisasi. Karakter Gen Z lebih beragam, bersifat global, serta memberikan pengaruh pada budaya dan sikap masyarakat kebanyakan. Satu hal yang menonjol, Gen Z mampu memanfaatkan perubahan teknologi dalam berbagai sendi kehidupan mereka. Teknologi mereka gunakan sama alaminya layaknya mereka bernafas.

Generasi milenial, yang lahir antara tahun 1981 dan 1996, dan generasi Z, yang lahir setelah tahun 1996, merupakan kelompok yang besar dan berpengaruh dalam populasi Indonesia. Dikutip dari Hasil Sensus Penduduk 2020, jumlah generasi Z mencapai 75,49 juta jiwa atau setara dengan 27,94 persen dari total seluruh populasi penduduk di Indonesia. Sementara itu, jumlah penduduk paling dominan kedua berasal dari generasi milenial sebanyak 69,38 juta jiwa penduduk atau sebesar 25,87 persen. Dengan akses yang luas terhadap teknologi dan informasi, serta kepedulian yang tinggi terhadap isu-isu sosial dan politik, generasi ini memiliki potensi untuk mengubah dinamika politik yang ada.

Salah satu aspek yang membedakan generasi milenial dan Z adalah pendekatan mereka terhadap politik dan keterlibatan dalam proses pemilu. Generasi sebelumnya sering dianggap kurang tertarik atau cenderung apatis terhadap politik. Namun, generasi milenial dan Z menunjukkan minat yang lebih besar dalam urusan politik dan berbagai isu yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka, seperti pendidikan, lapangan kerja, lingkungan, dan kesetaraan gender.

Penting untuk dicatat bahwa pemilih generasi milenial dan Z tidak dapat dianggap sebagai satu entitas homogen. Terdapat keragaman dalam sikap politik, latar belakang, dan nilai-nilai di antara mereka. Namun, ada beberapa tren yang dapat diamati dalam keterlibatan politik generasi ini.

Pertama, teknologi dan media sosial memainkan peran penting dalam membentuk opini politik generasi milenial dan Z. Mereka cenderung mengandalkan platform digital untuk mendapatkan informasi politik, berdiskusi, dan menyampaikan pandangan mereka. Mereka menggunakan platform seperti Facebook, Twitter, Instagram, TikTok dan YouTube untuk mengungkapkan pendapat politik mereka, berbagi informasi, dan membahas isu-isu terkini. Media sosial juga memberikan ruang yang lebih besar bagi suara-suara alternatif dan gerakan politik yang baru muncul. Hal ini selaras dengan data We Are Social dan Hootsuite pada tahun 2021, lebih dari 175 juta orang di Indonesia adalah pengguna aktif media sosial, yang sebagian besar adalah generasi milenial dan Z.

Kedua, generasi ini memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk mempertanyakan narasi yang ada dan mencari sumber informasi yang beragam. Menurut Survei Pew Research Center (2018) menemukan bahwa generasi millennial dan gen Z lebih cenderung mencari informasi dari berbagai sumber sebelum mengambil kesimpulan. Mereka tidak puas hanya menerima berita dari sumber tunggal, melainkan cenderung melakukan riset mandiri untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai kandidat, partai politik, dan isu-isu yang relevan.

Ketiga, generasi milenial dan Z lebih cenderung terlibat dalam gerakan sosial dan advokasi politik di luar pemilu. Mereka aktif dalam organisasi-organisasi masyarakat sipil, kampanye lingkungan, gerakan kesetaraan gender, dan advokasi hak asasi manusia. Keterlibatan ini dapat membawa isu-isu tersebut masuk ke dalam agenda politik dan mempengaruhi cara pandang dan kebijakan pemerintah.

Namun, meskipun generasi milenial dan Z menunjukkan minat yang tinggi dalam politik, tantangan tetap ada. Salah satunya adalah masalah kepercayaan terhadap sistem politik yang ada. Beberapa generasi muda mungkin merasa bahwa sistem politik masih terlalu korup, tidak transparan, dan tidak mewakili kepentingan mereka secara menyeluruh. Untuk mengatasi hal ini, penting bagi pemimpin politik dan institusi untuk mendengarkan aspirasi dan kebutuhan generasi ini serta mengambil tindakan konkret untuk mengubah sistem yang ada.

Pemilu 2024 di Indonesia akan menjadi panggung penting bagi generasi milenial dan Z untuk mengemukakan suara mereka. Generasi millennial dan gen Z dapat terlibat dalam pemilu dengan beberapa cara berikut:

  1. Registrasi Pemilih: Generasi millennial dan gen Z perlu terdaftar sebagai pemilih agar dapat berpartisipasi dalam pemilu. Mereka harus memastikan bahwa mereka telah terdaftar sebagai pemilih di daerah tempat tinggal mereka.
  2. Pendidikan Pemilih: Generasi ini dapat terlibat dalam mendidik diri sendiri dan orang lain tentang pentingnya pemilu dan bagaimana proses pemilu berlangsung. Mereka dapat mencari informasi tentang calon, partai politik, dan isu-isu yang relevan. Mereka juga dapat berbagi pengetahuan mereka dengan teman, keluarga, atau rekan sebaya melalui media sosial, forum diskusi, atau acara pemilihan umum.
  3. Partisipasi Aktif dalam Kampanye: Generasi millennial dan gen Z dapat terlibat dalam kampanye politik dengan mendukung calon atau partai politik yang mereka percaya. Mereka dapat menyumbangkan waktu, energi, atau sumber daya mereka untuk membantu dalam aktivitas kampanye seperti membagikan materi kampanye, melakukan kampanye pintu ke pintu, menjadi sukarelawan di markas kampanye, atau berpartisipasi dalam acara-acara publik terkait kampanye.
  1. Menggunakan Media Sosial: Generasi ini sangat terhubung dengan media sosial, sehingga dapat memanfaatkannya sebagai platform untuk menyuarakan pandangan politik mereka. Mereka dapat menggunakan media sosial untuk berbagi informasi, mempromosikan calon yang mereka dukung, atau mengampanyekan isu-isu yang mereka anggap penting. Media sosial juga dapat digunakan untuk menggalang dukungan dan memobilisasi pemilih lainnya.

Pemilih muda (Milenial dan gen Z) diharapkan tetap menjadi faktor penentu dalam Pemilu 2024. Proyeksi ini didasarkan pada dominasi jumlah pemilih dari kelompok usia tersebut dalam kontestasi politik yang akan datang, sebagaimana terlihat dalam data proyeksi penduduk Indonesia 2015-2045 yang disusun oleh Bappenas.

Berdasarkan data tersebut, diperkirakan bahwa pada tahun 2024, jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 318,9 juta jiwa. Dalam rentang usia yang relevan, terdapat sekitar 21,73 juta penduduk berusia 15-19 tahun (gen Z), serta sekitar 21,94 juta penduduk berusia 20-24 tahun (gen Z). Selanjutnya, terdapat sekitar 21,73 juta orang dalam kelompok usia 25-29 tahun (gen Z & Milenial), dan 21,46 juta orang dalam kelompok usia 30-34 tahun (milenial). Sementara itu, sekitar 21,04 juta orang berada dalam kelompok usia 35-39 tahun (milenial).

Pemilih muda diharapkan untuk memanfaatkan hak pilihnya dalam Pemilu, yang merupakan acara demokrasi terbesar di Indonesia, karena suara mereka memiliki dampak yang signifikan terhadap masa depan negara ini. Terutama bagi pemilih muda yang akan menggunakan hak pilihnya untuk pertama kalinya, jumlah mereka yang besar ini memiliki peran yang krusial dalam menentukan hasil pemilu, terutama jika partisipasi mereka dikelola dengan baik. Oleh karena itu, mereka diharapkan untuk tidak mengabaikan hak pilih mereka dengan memilih untuk tidak menggunakan hak pilih (golput).

Dari temuan survei UMN Consulting (2022) mengenai alasan golput Gen Z pada Pemilu 2019, alasan teknis seperti berhalangan hadir karena alasan pribadi (35,9%), berada di luar wilayah DPT (23,08%), dan tidak/belum mendapatkan kartu pemilih (15,38%) berada di tiga urutan pertama.

Sangat disayangkan jika alasan teknis yang seharusnya dapat dihindari masih dominan. Hal ini menunjukkan perlunya pemerintah atau pembuat kebijakan untuk memperbaiki sistem sebelum Pemilu 2024 dimulai. Penting untuk dicatat bahwa banyak anggota Gen Z yang mulai merantau karena alasan pendidikan dan pekerjaan, sehingga penanganan masalah teknis ini menjadi sangat penting dan harus segera dilakukan.

Golput masih berpotensi menjadi perdebatan dalam Pemilu 2024 mendatang. Beberapa berpendapat bahwa golput merupakan cara untuk mengekspresikan pandangan politik mereka, dengan syarat keputusan itu diambil secara independen tanpa adanya pengaruh dari pihak lain.

Namun demikian, penting untuk tidak memandang golput sebagai hal yang normal. Hal ini bertentangan dengan cita-cita demokrasi Indonesia. Tidak berpartisipasi secara sengaja dalam pemilu, apalagi mendorong orang lain untuk melakukan golput, merupakan sikap yang tidak bertanggung jawab sebagai warga negara.

Dalam Pasal 515 Undang-Undang Pemilu, menggerakkan orang lain untuk golput dianggap sebagai pelanggaran hukum.

Pasal 515 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum

Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, penting bagi Gen Z untuk diberikan pemahaman mengenai kondisi politik, sanksi terkait dengan golput, dan pemahaman yang kuat tentang pentingnya berpartisipasi dalam Pemilu 2024. Selain itu, lembaga penyelenggara pemilu, terutama KPU, perlu mengembangkan sistem dan administrasi yang memenuhi kebutuhan generasi muda untuk mengurangi potensi golput teknis.

Tidak menggunakan suara dalam pemilu berpotensi membuka peluang manipulasi suara, di mana suara yang seharusnya menjadi hak pemilih muda dapat dengan tidak sah berpindah ke perolehan suara kandidat lain. Selain itu, penting untuk diingat bahwa pemilu didanai oleh APBN dan APBD. Jika pemilih muda memilih untuk tidak berpartisipasi dalam pemilu (golput), maka dana yang telah dialokasikan dari APBN dan APBD akan terbuang sia-sia.

Dengan keterlibatan aktif, kritis, dan inovatif dari generasi ini, mereka memiliki potensi untuk membuat perbedaan yang signifikan dalam politik dan pemerintahan negara ini. Namun, perubahan yang berarti juga memerlukan partisipasi yang berkelanjutan dan perjuangan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Oleh karena itu, penting bagi pemimpin politik, partai politik, dan lembaga pemerintah untuk melibatkan generasi milenial dan Z dalam proses pengambilan keputusan politik, memberikan ruang bagi suara mereka, dan merespons aspirasi mereka. Dengan demikian, generasi ini dapat merasa dihargai dan termotivasi untuk terus berkontribusi dalam membangun masa depan yang lebih baik bagi Indonesia.

Penulis : Innu Prabandaru

*(Penulis adalah Sekretaris Umum HMI Cabang Denpasar 2011/2012 dan Anggota IKAYANA Jatim).***

Editor: Zayyin Multazam Sukri

Tags

Terkini

Terpopuler