Asal-Usul THR di Indonesia: Lahir Dari Perjuangan Kaum Buruh

- 1 April 2024, 17:01 WIB
Ilustrasi. Guru Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama maupun Pemda dipastikan terima THR maupun Gaji Ketigabelas.
Ilustrasi. Guru Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama maupun Pemda dipastikan terima THR maupun Gaji Ketigabelas. /ilustrasi-Doc. Pattae/

JURNAL NGAWI - Minggu ini, seperti yang telah dijadwalkan, pekerja di seluruh Indonesia mulai menerima Tunjangan Hari Raya (THR). Pembagian ini memberikan kelegaan bagi banyak keluarga, memungkinkan mereka untuk merayakan Idul Fitri dengan lebih tenteram. Namun, seberapa banyak kita benar-benar tahu tentang asal muasal pembagian THR ini?

Pemerintah telah menetapkan tanggal pembagian THR untuk pegawai swasta mulai H-7 Lebaran, sementara pegawai ASN menerima pembayaran lebih awal, yakni H-10 Lebaran. Namun, sedikit yang menyadari bahwa pembagian ini tidak datang begitu saja. Ini adalah hasil dari perjuangan panjang kaum buruh di Indonesia.

Dilansir dari CNBC Indonesia, sejarah pembagian THR bisa ditelusuri kembali ke tahun 1950-an. Saat itu, Indonesia sedang mengalami masa sulit secara ekonomi.

Krisis keuangan dipicu oleh ketidakstabilan politik, menyebabkan harga barang melambung dan daya beli masyarakat menurun drastis. Masyarakat, terutama kaum buruh yang kerap diupah rendah, merasakan dampaknya dengan sangat keras.

Kondisi ini menjadi semakin genting ketika mendekati Hari Raya Idul Fitri. Harga bahan pokok melonjak tajam, sementara pendapatan mereka tetap stagnan. Inilah yang mendorong lahirnya kebijakan THR, yang mengharuskan perusahaan memberikan pendapatan tambahan kepada para buruh di luar gaji bulanan mereka.

Awalnya, pemberian THR oleh perusahaan bersifat sukarela, yang kemudian menimbulkan masalah ketimpangan. Untuk menyelesaikan masalah ini, Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) turut serta dalam perjuangan. SOBSI, didirikan pada tahun 1946, adalah organisasi buruh terbesar pada masanya. Mereka secara aktif memperjuangkan hak-hak buruh, termasuk pemberian THR.

Namun, kiprah SOBSI harus berakhir tragis pada tahun 1966. Pemerintahan Soeharto yang anti-komunis membubarkan organisasi ini, menuduhnya terlalu dekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Setelah pembubaran tersebut, tidak ada lagi organisasi buruh sebesar SOBSI yang mampu menggalang kekuatan sebanyak 2 juta anggota.

Namun, perjuangan SOBSI tidaklah sia-sia. Tekanan yang mereka berikan pada pemerintah akhirnya menghasilkan dua kebijakan penting pada tahun 1954. Pertama, melalui Surat Edaran No. 3676/54, perusahaan diwajibkan memberikan "Hadiah Lebaran" kepada para buruh. Kedua, para PNS juga mendapat keuntungan dari kebijakan tersebut dengan adanya "Persekot Hari Raya".

Namun, perjuangan ini belum selesai. Baru pada tahun 1961, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perburuhan No.1/1961 yang mengatur kewajiban bagi semua perusahaan untuk memberikan THR kepada para buruh. Aturan ini menetapkan bahwa para buruh akan menerima pembayaran sebesar satu kali gaji jika mereka telah bekerja minimal 3 bulan.

Halaman:

Editor: Rochmatullah Kurniawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x