Mitigasi Bencana Berbasis Kearifan Lokal, Cerita Naga dan Kumbang Besar

- 19 Desember 2021, 23:05 WIB
Ilustrasi Kumbang dan Ular
Ilustrasi Kumbang dan Ular /Jurnal Ngawi/Gambar ilustrasi

JURNAL NGAWI - Laut Flores dan Larantuka, Nusa Tenggara Timur (NTT) Tergoncang pada 14 Desember 2021 pukul 10.20 WIB atau 11.20 WITA lalu. Gempa atau lindu berkekuatan 7,4 skala richter, hari itu, berpotensi tsunami. Warga Maumere semua menyelamatkan diri.

Gempa atau Lindu di NTT sudah sering terjadi. Menurut kepala bidang mitigasi gempa bumi dan tsunami BMKG Daryono, NTT merupakan daerah rawan tsunami.

"Sejak tahun 1800-an di busur Kepulauan Sunda Kecil (Bali, NTB, NTT) sudah terjadi lebih dari 22 kali tsunami," kata Daryono 14 Desember 2021 malam.

Saking seringnya gempa di NTT masyarakat setempat punya mitigasi gempa bumi berbasis kearifan lokal.

Seperti masyarakat di Kabupaten Sikka NTT. Jika ada gempa mereka berhamburan keluar rumah mencari tanah lapang atau tempat yang aman sambil berteriak memakai bahasa daerah mereka,
"Ami norang" artinya (kami ada)

Demikian juga dengan masyarakat di Desa Mukebuku dan Lakamola Kecamatan Rote Timur, Kabupaten Rote Ndao. Setiap ada gempa .ereka meneriakkan kata,
“Ami nai ia o...” (kami ada)

Masyarakat tersebut punya mitos jika gempa di daerahnya merupakan akibat dari ular naga yang lapar, karena tidak diberi makan (sesaji) manusia akhirnya murka menggetarkan bumi.

Menurut Jonas Thene dalam tulisannya di sebuah jurnal yang terbit 2016, mitos itu memberi inspirasi kepada manusia agar memelihara serta mengembangkan sebuah keserasian hidup bersama antara makro-kosmos, mikro-kosmos dan Yang Tak Kelihatan.

Masyarakat dua desa ini memang memiliki filosofi keharmonisan, baik dengan Ilahi, sesama, dan alam.

Perasaan senasiblah yang menggerakkan manusia untuk sadar akan makna kolektivitasnya sebagai makhluk sosial.

Halaman:

Editor: Anwar Thohir

Sumber: infopublik


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah