JURNAL NGAWI - Perang terhadap praktik kejahatan dalam bidang pertanahan terus dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti-Mafia Tanah yang berkolaborasi dengan aparat penegak hukum, Kementerian ATR/BPN telah berhasil mengungkap modus-modus dan praktik yang dilakukan oleh mafia tanah.
“Mafia tanah itu penjahat yang gunakan tanah sebagai objek kejahatan,” kata Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan A. Djalil dalam siaran resminya Senin (13/12/2021).
Berbagai oknum terlibat dalam praktik mafia tanah. Sofyan A. Djalil mengungkapkan mulai dari oknum BPN, oknum kepala desa, oknum notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), oknum aparat penegak hukum, serta oknum pengadilan. Mafia tanah bergerak dengan menggunakan jaringan dan mengincar tanah milik orang lain.
Baca Juga: Gubernur Jatim Geram, Warga Selfie di Kawasan Terdampak Erupsi Gunung Semeru
“Modusnya macam-macam, ada yang buat girik palsu. Kita tahu, tanah adat itu bukti kepemilikannya adalah girik. Girik ini bukti pembayaran pajak tanah dulu, tapi tahun 90-an, girik sempat tidak dipakai lagi sehingga ini tidak terkelola,” ujar Menteri ATR/Kepala BPN.
Girik yang tidak terkelola ini kemudian dimanfaatkan oleh mafia tanah. Mereka mencari form-form girik yang sudah tidak terkelola yang ada di kantor pajak. Beberapa hasil temuan kepolisian, form-nya itu asli, tetapi keterangannya palsu. Setelah itu, girik palsu ini digunakan untuk menggugat tanah seseorang. Ketika seseorang digugat oleh mafia tanah, mereka menang karena mereka punya dana serta jaringan.
“Kita perangi mafia tanah merupakan upaya sistematik karena tujuan akhir kita ingin memberikan kepastian hukum hak atas tanah. Kalau Anda punya tanah, Anda bisa tidur nyenyak. Kalau Anda beli tanah, Anda bisa tidur nyenyak. Investor yang berinvestasi di Indonesia, tidak perlu khawatir aset tanahnya digugat orang. Jadi, tujuan akhirnya memberikan kepastian hukum atas bidang tanah,” jelas Sofyan A. Djalil.