Rebo Wekasan, Makna, Amalan, Kepercayaan, dan Menjadi Tradisi bagi Sebagian Masyarakat Indonesia

- 1 September 2022, 14:05 WIB
Kapan Rebo Wekasan 2022? Berikut Amalan Sunnah dan Doa Tolak Balak Agar Terhindar dari Musibah
Kapan Rebo Wekasan 2022? Berikut Amalan Sunnah dan Doa Tolak Balak Agar Terhindar dari Musibah /Pixabay/Anamul_/Malang Terkini/Achmad Hudaifi/

JURNAL NGAWI - Rebo Wekasan adalah salah satu bentuk dari kepercayaan masyarakat Jawa yang bisa dikatakan tradisi nenek moyang. Sudah menjadi tradisi di kalangan sebagian umat Islam terutama di masayarakat Islam Jawa, yaitu masih terus melestarikan dan merayakan tradisi Rebo Wekasan atau Rabu Pungkasan atau Rebo Kasan dengan berbagai cara.

Rini Iswari dkk (2006) dalam kajian mengenai “Pengkajian dan Penulisan Upacara Tradisional di Kabupaten Cilacap, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan,” menjelaskan bahwa ada yang merayakan dengan cara besar-besaran, melaksanakan khaul sesepuh dan tahlilan bersama, ada yang merayakan secara sederhana dengan membuat makanan yang kemudian dibagikan kepada tetangga, namun diawali dengan tahmid, takbir, zikir dan tahlil serta diakhir dengan do’a.

Baca Juga: Mengenal Sejarah dan Asal Usul Kabupaten Blitar, Miliki Banyak Candi Salah Satu Paling Populer Penataran

Ada juga yang merayakan dengan melakukan shalat Rebo Wekasan atau shalat tolak bala’, baik dilakukan sendirisendiri maupun secara berjamaah. Bahkan ada yang cukup merayakannya dengan jalan-jalan ke pantai untuk mandi yang dimaksudkan untuk menyucikan diri dari segala kesalahan dan dosa.

Secara umum, perkembangan upacara adat Rebo Wekasan banyak yang mengalami perubahan dalam bentuk pergeseran nilai, bahkan penambahan bentuk upacara. Perubahan yang terjadi bisa mengarah kepada kemunduran ataupun kemajuan. Tetapi secara garis besar perubahan tersebut jelas telah menyebabkan upacara Rebo Wekasan bergeser dari bentuk aslinya. Tetapi pergeseran itu memang mutlak karena kebutuhan daerah tertentu, misalkan adanya pendatang atau modernisasi (pola pikir), tetapi sejatinya tidak merubah esensi makna Rebo Wekasan itu sendiri.

Ritual ini merupakan suatu bentuk upacara tradisional yang dilakukan dengan maksud untuk menghindari marabahaya yang datang pada hari Rabu akhir di bulan Safar. Rebo wekasan (hari rabu yang penghabisan dari bulan kedua) sendiri menurut Denys Lombard (1996) dalam bukunya yang berjudul "Nusa Jawa 2: Silang Budaya" yaitu bulan Safar merupakan kutub negatif. Orang tidak keluar rumah dan menghindari segala kegiatan, untuk mengenang Nabi Muhammad sakit. Hari itu juga merupakan hari yang kurang baik menurut penanggalan pra Islam.

Baca Juga: Mengenal Sejarah dan Asal Usul Kota Surabaya, Catatan Sejarah Menyebut Dimulai dari Tahun 1200 Masehi

Dikatakan dalam penanggalan-penanggalan praIslam itu pertama-tama menunjukan indikasi-indikasi hari yang baik dan yang buruk. Suatu indikasi waktu tertentu selalu akan tampak mengandung potensi ini dan itu, dan orang yang berkepentingan harus memperhitungkan dengan perhitungan “ala ayu” waktu karena itulah cara menghindari bencana yang mengancam. Tetapi penaggalan Islam sebaliknya, mencoba meratakan semua ketidaksamaan itu dengan tujuan menggangkat persepsi waktu yang secara mendasar bersifat netral, koheren dan seragam.

 Satu hal yang menarik adalah melihat bagaimana perayaan-perayaan Islam menumpangi perayaan-perayaan yang terkait dengan ritme tahun matahari, dan sedikit demi sedikit menggesernya menjadi sesuai dengan tahun Hijriyah. Bulan pertama (muharram) di Jawa dinamakan Sura, berhubung dengan hari perayaan kesepuluh (asyura). Setelah berpuasa (puasa sunat) dihidangkan bubur sura, upacara yang harus dihubungkan disatu pihak dengan perayaan kesuburan jaman pra-Islam.

Halaman:

Editor: Latif Syaipudin

Sumber: Berbagai sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah