Sepasang Ular Besar Menjadikan Kaki Gunung Lawu Telaga Nan Elok

- 28 November 2021, 16:39 WIB
/Gambar To Ae

JURNAL NGAWI - Telaga Sarangan atau nama lainya adalah Telaga Pasir, merupakan telaga alami yang berada di ketinggian 1.200 meter DPL terletak di lereng Gunung Lawu, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.

Lokasi Telaga ini sekitar 16 kilometer ke arah barat dari Kota Magetan. Luas telaganya sekitar 30 hektare dan berkedalaman 28 meter. Karena berada di kaki gunung, suhu udaranya antara 15 hingga 20 derajat Celsius. Telaga ini memiliki beberapa kalender tahunan, yakni kalender Labuh Sesaji pada Jumat Pon bulan Ruwah, Kalender Ledug Sura 1 Muharram.

Menurut sesepuh yang dianggap tahu tentang sejarah babat tanah Jawa, terutama yang berkaitan dengan legenda Telaga Sarangan atau Telaga Pasir ini menyebutkan, asal muasal telaga tersebut berkaitan erat dengan sejarah Kerajaan Pengging.

Baca Juga: Ketua IDAI, Sindrom Kekerdilan Dapat Berulang Pada Anak

Dirinya untuk mendapatkan kisah lengkap tentang asal kejadian telaga tersebut sudah menjelajahi banyak Perpustakaan, mulai dari Perpustakaan yang ada di Jawa Tengah, hingga Perpustakaan Nasional di Jakarta. Konon keberadaan telaga di kaki Gunung Lawu tersebut berkaitan erat dengan sejarah Kerajaan Pengging.

Kerajaan Pengging sendiri masuk dalam sejarah yang tertulis dalam Babad Tanah Jawi ditulis oleh Carik Tumenggung Tirtowiguno atau juga dikenal dengan sebutan Carik Braja atas perintah Pakubuwana III karya ini telah beredar pada tahun 1788.

Nama Pengging sendiri adalah nama kuno suatu wilayah yang terletak di wilayah Boyolali Jawa Tengah. Pusatnya sekarang terletak di Desa Banyudono. Daerah Pengging dalam sejarah dikuasai oleh tokoh yang bernama Raden Kebo Kenanga dikenal juga dengan nama Kyai Ageng Pengging.

Baca Juga: Indonesia Open 2021 Greysia Apriyani Lolos Final, Target Juara Lawan Jepang

Sejarah Kebo Kenanga sendiri berkait erat dengan Jaka Tingkir, dan rentetan sejarah cikal-bakal Kesultanan Pajang, kerajaan yang mengambil alih kekuasaan di Jawa. Hingga pada masa kejayaan Mataram, Pengging berangsur surut kehilangan pengaruh kekuasaannya.

Di jaman itulah, konon hidup seorang pujangga kenamaan yang bernama Kyai Pasir. Ketika Pengging mengalami peperangan, Kyai Pasir beserta istrinya keluar dari Pengging, karena tidak ingin terkena dampak percaturan kekuasaan hingga mengakibatkan peperangan.

Kyai Pasir beserta istrinya berpindah dari dareh Pengging menuju ke arah Jowo bagian Wetan (Jawa Timur) Di tengah perjalanan, baru sampai di Surakarta, Kyai Pasir beserta istrinya beristirahat.

Baca Juga: Aturan Pengenaan Pajak atas Transaksi Elektronik di Platform E-Commerce, Pengusaha Online Wajib Tahu

Daerah Surakarta sendiri merupakan daerah di Jawa Tengah sekarang. Surakarta atau lebih dikenal dengan nama Solo, merupakan wilayah otonom dengan status Kota di bawah Provinsi Jawa Tengah.

Di Surakarta itulah Kyai Pasir dan Istrinya konon bertemu seorang anak laki-laki berusia kurang lebih 10 tahun. Karena anak laki-laki itu tidak punya tempat tinggal dan orang tua, Kyai Pasir dan Istrinya lantas memungut anak tersebut menjadi anak angkatnya, kemudian memberinya nama Joko Lelung.

Joko Lelung akhirnya dibawa meneruskan perjalanan menuju ke arah timur, hingga pada akhirnya sampai di kaki Gunung Lawu. Di daerah kaki gunung itulah, Kyai Pasir beserta keluarganya memutuskan untuk menetap, membuka lahan hutan di area tersebut untuk dijadikan pemondokan dan kebun pertanian.

Baca Juga: Gubernur Jatim Berharap Ada Kerjasama Sistem Irigasi dengan Kerajaan Belanda

Hingga pada suatu ketika, kejadian aneh menimpa keluarga Kyai Pasir. Kejadian anehnya pada saat Kyai Pasir mau bercocok tanam di kebun, ia menemukan dua buah telur yang besar. Tidak tahu entah telur binatang apa, diamat-amatinya telur tersebut, ukuran dan bentuknya berbeda dengan telur burung atau sejenisnya.

Karena penasaran, Kyai Pasir mengambil satu untuk dibawa pulang ke pemondokan keluarganya, dan telur yang satunya dikembalikan ke tempat semula, dengan harapan agar menetas dierami induknya, dan kelak di kemudian hari ia akan tahu binatang apa yang meninggalkan telur di kebunnya tersebut.

Sesampainya di rumah, Kyai Pasir kemudian memberikan sebuah telur itu pada istrinya untuk dimasak. Entah kenapa, hanya Joko Lelung yang tidak memakan telur itu.

Baca Juga: Kenali Tanda -Tanda Mata Kekurangan B12

Sejak memakan telur itulah, Kyai Pasir dan Istrinya mengalami keanehan pada dirinya. Kyai Pasir dan istrinya mengalami panas dan gatal-gatal di sekujur badannya. Karena tidak kuat menahan panas dan gatal, Kyai Pasir lantas pergi ke sendang sumber airr, mandi dan menggosok badannya untuk menghilangkan rasa gatal.

Kejadian serupa juga dialami istrinya Kyai Pasir. Karena tidak tahan gatal dan panas, ia lantas menyusul Kyai Pasir di sendang sumber air tersebut. Panas dan gatal yang dirasakan Kyai Pasir dan istrinya mengakibatkan tumbuh sisik seperti ular di sekujur tubuhnya.

Sejak kejadian itu Kyai Pasir beserta istrinya sudah tidak berwujud manusia seperti sedia kala, melainkan berubah menjadi sepasang ular besar. Kyai Pasir dan istrinya tidak kembali ke rumah, dimungkinkan khawatir anaknya takut melihat dirinya. Mereka lantas menjadikan tempat itu sebagai tempat persemayamannya Kyai Pasir dan istrinya.

Baca Juga: Lapas Indonesia Kelebihan Kapasitas 88 Persen, Ditjenpas Optimalkan Beri Remisi Untuk Mengatasinya

Hingga pada akhirnya Joko Lelung mengetahui kedua orangtua angkatnya tidak kunjung pulang dari sendang, Joko Lelung lantas menyusulnya ke sendang. Betapa kagetnya Joko Lelung, area sendang sudah berubuh menjadi cerukan yang luas dan air sendangnya melimpah ruah, serta kedua orangtuanya sudah tidak ada di situ.

Tiba-tiba muncul suara gaib, yaitu suara Kyai Pasir atau bapak angkanya Joko Lelung, berpesan tiga hal kepadanya, pertama, tempat yang semula sendang dan berubah menjadi cerukan yang luas tersebut, untuk diberi nama Telogo Pasir. Kedua, setiap malam Jumat Pon Bulan Ruwah, untuk berkirim sesaji ke tempat persemayamanya kedua orangtuanya tersebut. Ketiga, Joko Lelung disuruh melihat telur yang satunya yang disimpan Kyai Pasir dikebun.

Setelah mendapat pesan bapak angkatnya, Joko Lelung lantas mencari telur yang dimaksud Kyai Pasir tersebut. Sesampainya di kebun, Joko melihat telur itu sudah menetas anak ular. Karena sudah diwasiati bapak angkatnya, Jokopun lantas merawat anak ular itu hingga tumbuh besar. Konon, setelah besar ular tersebut pergi ke Ponorogo daerah Ngebel.***

Editor: Anwar Thohir


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah