Mengulas Sejarah Dan Filosofi Lebaran Ketupat, simbol pengakuan kesalahan dan kesucian dalam tradisi Jawa

- 16 April 2024, 07:32 WIB
Tradisi Lebaran Ketupat Dilaksanakan Kapan? Ini Sejarah dan Jadwal Perayaannya
Tradisi Lebaran Ketupat Dilaksanakan Kapan? Ini Sejarah dan Jadwal Perayaannya /Foto: Pixabay/

JURNAL NGAWI - Lebaran Ketupat, sebuah perayaan khas yang menghiasi kalender kehidupan masyarakat Jawa, kembali merayakan kehadirannya seminggu setelah berakhirnya bulan suci Ramadan.

Tahun ini, momentum tersebut jatuh pada Rabu, 17 April 2024. Seiring dengan antusiasme umat Muslim menjalani ibadah puasa dan perayaan Idul Fitri, Lebaran Ketupat menjadi puncak dari serangkaian perayaan keagamaan.

Tradisi Lebaran Ketupat tidak sekadar menjadi rutinitas sosial, tetapi juga mengandung filosofi mendalam yang menjadi landasan bagi kehidupan beragama masyarakat Jawa. Salah satu aspek penting dari tradisi ini adalah simbolisme ketupat itu sendiri.

Mengutip laman NU Online, dikatakan bahwa Lebaran Ketupat memiliki ikatan erat dengan salah satu tokoh penting dalam sejarah Islam di Jawa, yaitu Sunan Kalijaga. Dipercaya bahwa Sunan Kalijaga memperkenalkan ketupat sebagai bagian dari budaya masyarakat Jawa.

Tradisi kupatan yang diajarkan oleh Sunan Kalijaga bukan sekadar sebagai upaya mengenalkan makanan baru, tetapi juga sebagai sarana untuk menyampaikan ajaran Islam tentang syukur, sedekah, dan silaturrahim, terutama pada hari raya.

Baca Juga: Jemaah Aolia Mengaku 'Telepon Allah' Tentukan Lebaran, PBNU Buka Suara

Filosofi ketupat membawa pesan mendalam. Kata "ketupat" atau "kupat" sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti "mengakui kesalahan". Dalam konsep ini, ketupat menjadi simbol pengakuan atas kesalahan dan permohonan maaf di antara sesama Muslim. Tradisi memakan ketupat pada Lebaran Ketupat mengajarkan pentingnya mengakui kesalahan, saling memaafkan, dan melupakan masa lalu.

Selain itu, simbolisme ketupat juga tercermin dalam bentuknya yang dibuat dari janur kuning. Janur kuning melambangkan penolak bala bagi masyarakat Jawa. Bentuk segi empat dari ketupat juga memiliki makna filosofis yang mendalam, mencerminkan prinsip "kiblat papat lima pancer," yang menandakan bahwa manusia selalu kembali kepada Allah dalam setiap langkahnya.

Baca Juga: Paguyuban Reog Sardulo Tambak Selo Putro Gelar Napak Tilas Dan Halal Bihalal, Berlangsung Meriah

Ketupat juga mengandung pesan tentang kesucian dan kebersihan. Warna putih ketupat saat dibelah dua melambangkan kesucian setelah memohon ampun dari kesalahan. Isi ketupat yang berupa beras diharapkan menjadi simbol kemakmuran setelah melewati hari raya.

Tak hanya dalam makna filosofisnya, Lebaran Ketupat juga diwarnai dengan tradisi praktis yang mengikuti kearifan lokal. Salah satunya adalah tradisi menggantungkan ketupat matang di atas pintu sebagai simbol penolak bala.

Lebaran Ketupat juga menghadirkan santapan khas yang penuh makna. Opor ayam dan sambal goreng yang disajikan bersama ketupat memiliki makna yang dalam. Opor ayam menggunakan santan sebagai salah satu bahan utamanya, yang dalam bahasa Jawa disebut santen yang memiliki makna "pangapunten" atau memohon maaf.

Dengan berbagai makna filosofis dan praktik kearifan lokal yang menghiasi setiap aspeknya, Lebaran Ketupat tidak sekadar menjadi hari raya, tetapi juga menjadi momen pengakuan, kesucian, dan keharmonisan bagi masyarakat Jawa serta umat Muslim pada umumnya.***

Editor: Hafidz Muhammad Reza


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah