PSI Gagal Manfaatkan Jokowi Di Pemilu 2024, Gagal Lolos Ke Senayan Untuk Ke Dua Kali

- 17 Februari 2024, 10:51 WIB
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menggelar konferensi pers di Kantor DPP PSI, Jakarta, Jumat (16/2/2024)
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menggelar konferensi pers di Kantor DPP PSI, Jakarta, Jumat (16/2/2024) /ANTARA/Fath Putra Mulya/

JURNAL NGAWI - Pemilihan Umum 2024 telah berlangsung pada Rabu, 14 Februari 2024, menandai momen penting bagi demokrasi Indonesia.

Namun, sorotan tertuju pada Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang, meskipun mengalami peningkatan suara dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya, ternyata gagal memenuhi ambang batas untuk melaju ke DPR RI.

Menurut hasil quick count dari berbagai lembaga survei, PSI hanya berhasil meraih dukungan sekitar 2,78%-2,93%, jauh di bawah ambang batas parlemen sebesar 4% yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum.

Hal ini menunjukkan bahwa PSI, yang dikomandoi oleh Kaesang Pangarep, anak dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), gagal memanfaatkan popularitas ayahnya untuk mengamankan kursi di Senayan.

Baca Juga: Rumus Penghitungan Kursi DPR-DPRD Hasil Pemilu 2024: Metode Sainte Lague dan Ambang Batas Suara

Salah satu faktor utama yang menyebabkan kegagalan PSI adalah kurangnya pemanfaatan coattail effect dari Jokowi melalui Kaesang Pangarep.

Meskipun memiliki potensi besar untuk memanfaatkan popularitas Jokowi, PSI tampaknya gagal menjalin koneksi yang kuat dengan pemilih yang terinspirasi oleh Presiden.

Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang kemampuan PSI dalam memanfaatkan momentum politik yang ada.

Selain itu, fokus PSI yang terlalu besar pada pemilih di daerah perkotaan juga dapat menjadi salah satu penyebab kegagalan.

Baca Juga: Komeng Unggul di Real Count KPU, Berapa Gaji dan Tunjangan Anggota DPD Jika Terpilih?

Meskipun memang daerah perkotaan memiliki potensi pemilih yang besar, tetapi mengabaikan pemilih di daerah pedesaan atau pinggiran kota dapat menjadi strategi yang kurang efektif dalam memperoleh suara yang cukup untuk melampaui ambang batas.

Penilaian terhadap PSI juga menyoroti keterlambatan partai ini dalam mengidentifikasi dirinya dengan Jokowi.

Meskipun PSI memiliki keterkaitan dengan keluarga Presiden, namun kurangnya komunikasi dan identifikasi yang kuat dengan Jokowi mungkin membuat sebagian pemilih ragu untuk memberikan dukungan mereka pada partai ini.

Meskipun PSI mengalami kegagalan dalam melaju ke Senayan, peningkatan suara dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya menunjukkan bahwa partai ini masih memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang di masa depan.

Dengan melakukan evaluasi mendalam terhadap strategi dan komunikasi politik mereka, PSI dapat memperbaiki posisinya dan memanfaatkan momentum politik yang ada untuk meraih kesuksesan pada Pemilu berikutnya.***

Editor: Hafidz Muhammad Reza


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah